Assalamu'alaykum...

Jika tidak ada manfaat yang bisa diambil, semoga tidak ada mudharat yang diperoleh ketika anda "nyasar" ke sini. Salam santun penuh cinta

Selasa, 29 Mei 2012 - , 3 komentar

Menikmati Proses, Menikmati Metamorfosa

ilustrasi: google
Jika mengenang ketika pertama kali menjejakkan kaki di bangku kuliah, hal yang pertama teringat adalah soal penampilan. Penampilanku yang umum seperti teman-teman lain. T-shirt dan celana jeans. Rambut tergerai tanpa ada sedikitpun rasa malu. Jadi berpikir bahwa rasa malu itu ada karena faktor pengetahuan. Ketika pengetahuanku bertambah, maka rasa maluku pun hadir.

Rasa malu karena belum menutup hijab itu belum ada saat itu. Tak ada secuilpun rasa malu yang hinggap ketika aurat terlihat. Namun, seiring waktu ketika sedikit demi sedikit pengetahuan dan pemahaman tentang apa itu aurat dan hijab bertambah, maka tak ingin sedetikpun aurat ini terlihat oleh yang tidak berhak melihatnya.

Dikenalkan tarbiyah oleh seorang kakak tingkat membuat satu perubahan besar dalam hidupku. Rambutku mulai kubungkus dengan selembar kain. Tapi, hanya sekedar dibungkus saja. Ya, hijab yang aku kenakan saat itu belum sempurna. Celana jeans masih menjadi teman setiaku. 

Meski maju mundur, hilang dan pergi aku mengikuti kegiatan atau kajian yang ada, aku masih bertahan hingga kini. Kenapa hilang dan pergi? Ya, saat itu aku masih begitu labil dan masih belum yakin apakah aku harus berada dalam lingkungan dakwah itu. Hanya beberapa bulan saja aku bertahan bersama mereka. Kemudian dengan alasan kesibukan kuliah, aku selalu absen dari tarbiyah. Intinya aku malas dan belum siap menjadi seperti 'mbak-mbak' itu. Mbak-mbak yang dengan jilbab lebarnya selalu tersenyum dan memberikan 'sentuhan lembut' padaku. Mbak-mbak yang dengan kaos kaki dan manset tidak pernah bosannya  menanyakan kabarku. Ah, ukhuwah itu sebenarnya begitu indah.

Sesal itu terkadang masih suka menyusup di hati. Mengapa dulu aku meninggalkan lingkungan dakwah itu? Mengapa dulu aku tidak memaksakan diri berada di antara mereka?Mengapa aku selalu merasa belum siap untuk berpenampilan seperti mereka? Saat itu aku masih ingin terlihat cantik dengan jilbab mini dan celana jenas ketatku. Mengapa dan mengapa?

Begitu banyak pertanyaan yang terkadang membuat aku kesal dengan diri sendiri. Ketidaksiapan karena tidak ingin berpenampilan seperti mereka membuatku tidak pede berada diantara mereka. Perlahan komunikasi kami terputus. Bukan mereka yang memutuskan, tetapi diriku sendiri. Mungkin ini salah satu tindakan bodoh dalam hidup yang pernah aku lakukan. Menjauh dari orang-orang sholih. Bukan karena aku tak ingin, tetapi lebih memberatkan nafsuku semata. Nafsu yang mana? Nafsu untuk terus mempertontonkan aurat dan lekuk tubuhku. Saat itu aku berpikir, dengan jilbab imut  aku akan tetap terlihat menarik.

Untungnya Allah menunjukkan jalanku. Walau tidak berada dilingkungan dakwah kampus, aku kos bersama sepupu dan seorang teman yang aktif dalam LDK (Lembaga Dakwah Kampus). Dari merekalah aku terbawa sedikit demi sedikit untuk merubah penampilan. Bukan karena mereka menyuruhku merubah penampilan, tetapi murni dari hati. Aku melihat bahwa keanggunan seorang muslimah semakin terlihat dengan jilbab lebarnya. Tidak kampungan sama sekali, bahkan terlihat elegan.

Tetapi anehnya saat itu aku tetap tidak mau berada dalam lingkungan dakwah kampus. Aku masih enjoy dengan diriku sendiri. Memperbaiki diri perlahan-lahan, tidak ingin ikut-ikutan atau grasa grusu seperti teman yang lain. Ghirah yang meledak-ledak kemudian drastis mengalami kemunduran karena basic-nya belum siap. Kemudian futur sefutur-futurnya. Aku memang selalu berprinsip ingin berpakain yang menurutku nyaman, bukan karena ingin sama seperti orang lain (ikut-ikutan). 

Menikmati proses perlahan, (step by step) dan menikmati metamormosa diri itu lebih indah. Aku tidak ingin berubah mencolok keatas kemudian meluncur dengan drastis karena keyakinan belum kuat. Ada yang awalnya tanpa hijab, kemudian bergamis lengkap dengan kaos kaki dan jilbab lebarnya. Perubahannya begitu cepat, namun hanya bertahan beberapa saat. Dan kembali berpakaian seperti awalnya, tanpa hijab. Gamis dan jilbab lebarnya ditanggalkannya.  Mungkin itu alasanku kala itu. Entahlah...

Untungnya, meski beberapa saat mengenal tarbiyah, aku tidak pernah melupakannya. Kesan indah itu ternyata masih tergolek manis di sudut hati.  Selepas kuliah aku hijrah ke pinggiran Jakarta. Dengan tekad dan niat yang entah muncul dari mana, aku mencari lingkaran dakwah itu. Sendiri. Tanpa kenal siapa-siapa. Nyasar, kelabasan, atau apalah namanya ketika menjemput cahaya cinta itu menjadi satu kenangan tersendiri buatku. Saat itu aku memang belum mengenal sama sekali jalanan ibu kota.

Dan kini, aku kembali berada di lingkungan yang selalu menebar cinta itu. Cinta pada pada Sang Pemilik Cinta. Ilahi Rabbi. Menjadi bagian mereka dalam lingkaran cinta. Jilbab lebar dan kaos kaki ternyata tidak mengurangi kecantikanku. Menikmati hari-hari yang aku suka untuk menjadi muslimah yang lebih baik. Perduli amat dengan perkataan 'kampungan' yang ditujukan padaku. Biarlah orang berkata apa, yang penting Allah suka. 
ilustrasi: google

Merubah diri menjadi yang lebih baik, termasuk soal penampilan syar'i memang suatu kewajiban. Jika merasa belum siap untuk berpakaian syar'i, maka nikmati saja prosesnya. Dan tetap dengan usaha perubahan kearah yang lebih baik.  Misalnya,  selalu berada diantara orang-orang sholih yang memercikkan kebaikan. Tetapi tidak terus keenakan untuk menikmati proses. Bukankah hasilnya segera ingin di nikmati? Terkadang juga suatu pemaksaan untuk hal baik itu dibutuhkan. Terlebih buat jiwa-jiwa yang yang mudah sekali terwarnai seperti diri ini. Ada angin barat, ikut ke barat. Ada angin timur pun ikut ke timur.

Menikmati proses dan menikmati metamorfosa diri dengan terus menjaga siapa yang menjadi teman dan lingkungan kita. Itu adalah hal terindah dalam proses perbaikan kualitas diri dihadapan Allahu Rabbi.

Habibullah Muhammad Shallallahu ‘alaihi wasallam bersabda:

الرجل على دين خليله فلينظر أحد كم من يخا لل

“Seseorang itu tergantung kepada agama teman dekatnya, maka hendaklah salah seorang diantara kalian melihat siapa yang dijadikan teman karibnya.”
[Hadits hasan, riwayat Tirmidzi (no. 2387), Ahmad (no. 8212), dan Abu Dawud (no. 4833)]

Untuk terus bisa menikmati proses menjadi muslimah yang baik, maka pandai-pandailah mencari teman. Salah memilih teman, maka fatal akibatnya. Siapa teman kita, seperti itulah kita.  Seperti hadits berikut;


إنما مثل الجليس الصا لح والجليس السوء كحا مل المسك ونا فخ الكير فحا مل المسك إما أن يحذ يك (يعطيك) وإما أن تبتاع منه وإما أن تجد منه ريحا طيبة ونا فخ الكير إما أن يحرق ثيا بك وإما أن نجد منه ريحا خبـيثـة

“Sesungguhnya perumpamaan teman yang shalih dengan teman yang buruk adalah seperti penjual minyak wangi dan pandai besi. Seorang penjual minyak wangi bisa memberimu atau kamu membeli darinya, atau kamu bisa mendapatkan wanginya. Dan seorang pandai besi bisa membuat pakaianmu terbakar, atau kamu mendapat baunya yang tidak sedap.”
[Hadits Shahih, riwayat Bukhari (no. 5534), Muslim (no. 2638), Ahmad (no. 19163)]


Allahu musta'an
- 0 komentar

Belajar Qur'an dan Mengajarkannya

Dulu tidak pernah berpikir untuk mempelajari Al Qur'an sampai seperti sekarang ini. Kedua orangtua yang sudah mengenalkan Al Qur'an sebagai kitab suci kepadaku dari kecil membuatku merasa sudah cukup. Cukup karena aku sudah bisa membaca setiap deretan tulisan arab itu dengan lancar. Lancar? Ya, sekedar lancar saja tanpa tahu mana hukum bacaan dan cara membacanya dengan baik sesuai dengan hak dan mustahak huruf.

Dan kini, aku  masuk satu lembaga tahfidz bergaul dengan ibu-ibu yang notabene sudah mempunyai anak bahkan cucu. Menjadi bagian dari mereka adalah salah satu karunia terindah. Silaturahim yang terjalin begitu indah. Silaturahim yang terbentuk karena satu tujuan, bersama meraih ridho-Nya untuk mempelajari membaca kitab-Nya dengan benar.

2,5 tahun sudah menjadi bagian mereka. Bukan berarti aku sudah menjadi seorang yang mahir atau menjadi hafidzoh seperti tujuanku belajar disana. Belum sama sekali. Jika belajar di sekolah atau universitas ada batas waktu kapan selesai, tidak disana. Kemauan dan niatlah yang akan membuatku menjadi hafidzoh. Lima, sepuluh atau bahkan seumur hidup untuk mencapai gelar itu. Menghafal semua firman-Nya.

Kini, meski masih sekian persen (satu persen pun belum mungkin) aku menghafal, setidaknya ada yang berubah dari diri ini. Tilawah Qur'an yang biasanya dilakukan jika sedang mood saja, kini tidak lagi. Mood baik atau buruk aku harus melakukannya, hatta hanya satu halaman. Harus!

Dan lagu-lagu juga sudah mulai berkurang aku dengarkan. Berganti dengan alunan suara Mishari Rasheed, seorang Qori yang suaranya sungguh membuatku terpesona.

Awalnya hanya ingin belajar untuk diri sendiri. Tetapi kini Allah memberikan kesempatanku untuk mengajarkan ilmu yang aku dapat ke yang lain. Menjadi mentor program membaca Qur'an di salah satu SMP negeri di kota ini. Dengan bayaran yang begitu mahal. Tidak dengan rupiah atau dollar. Tapi dnegan sejumput pahala yang semoga bisa menjadi tabungan akhirat.

Senang rasanya melihat anak-anak itu begitu antusias belajar Qur'an. Segala puji hanya untuk-Mu ya Allah, mereka masih mau mengenal kitab-Mu. Alhamdulillah. Semoga Engkau tetap menjadikan diri ini bermanfaat buat orang lain.

Salah satu hadits penyemangatku :

Dari Utsman bin Affan ra ia berkata, rasulullah SAW bersabda; " Orang yang paling baik diantara kalian adalah orang yang mempelajari Alqur'an dan mengajarkannya" (HR. Bukhari, Abu Dawud, at tirmidzi, Ibnu Majah dan Addarimi)


Senin, 28 Mei 2012 - 0 komentar

Kanker Itu Juga Anugerah

Hidup bersama kanker yang bersarang di dalam tubuh adalah memang suatu yang mengerikan.  Kanker adalah salah satu penyebab utama kematian di negara berkembang. Kebanyakan kanker dapat dirawat dan banyak disembuhkan, terutama bila perawatan dimulai sejak awal. Penyakit kanker merupakan  satu penyakit yang disebabkan oleh pertumbuhan sel-sel jaringan tubuh yang tidak normal.

Untuk mendeteksinya dilakukan biopsy, yaitu pengambilan sampel jaringan untuk dilakukan pengujian sehingga diketahui kondisi kanker tersebut. Kemudian dilakukan tindakan pengobatan yaitu operasi, kemoterapi dan radiasi.

Seorang pasien kanker pastinya akan mengalami ketakutan dan kesedihan yang luar biasa ketika mendapat vonis penyakit ini. Itu adalah hal yang manusiawi. Tetapi, ketakutan dan kesedihan itu akan semakin membuat kanker itu mendapat pupuk yang baik untuk semakin menyebar terus ke jaringan lain atau dalam istilah medisnya disebut metastasis. Kanker dapat menyebar melalui kelenjar getah bening atau pembuluh darah ke organ lain. Kondisi psikis pasien yang tidak stabil karena stres akan menyebabkan tubuh menghasilkan zat asam sehingga menjadikan kanker semakin subur menyebar.

Ketika akhirnya harus melewati hidup dengan kanker adalah tetap berpikir positif. Berusaha dan berusaha terus untuk berpikir positif dan kembali mengingat bahwa apa yang Allah berikan adalah suatu anugerah. Apapun itu! Termasuk kanker. Bukankah Allah tidak pernah menciptakan sesuatu itu sia-sia? Bahkan daun yang gugur dari tangkainya saja merupakan suatu pertanda  yang akan terjadi. Meyakinkan kembali diri bahwa Allah sedang memberikan satu anugerah indah dari sekian trilyun anugerah-Nya yang lain.

Maut akan datang kepada siapa yang Dia kehendaki. Dengan kanker atau tidak sekalipun setiap insan di bumi ini sudah tercatat waktu kapan ia akan menghadap-Nya.Takut mati karena kanker mungkin bisa dikatakan satu sikap bodoh. Mengapa? Coba kembali kita lihat di sekeliling, banyak orang yang mati mendadak tanpa kanker.

Takdir yang kita sangka buruk mungkin akan menjadi suatu kebaikan yang sangat sangat baik untuk kita. Jika kita belum bisa melihat kebaikan itu di dunia, mungkin kelak di Yaumil Akhir kita akan merasakannya. 

Terus semangat, berjuang dan berdoa Uni. Sesungguhnya hanya Allah yang Maha menyembuhkan. Semoga Allah menguatkan kita semua. Semoga ini menjadi penggugur dosa.

Doa, ikhtiar, doa.....Doa lagi, ikhtiar lagi, doa lagi.


Rabu, 16 Mei 2012 - 0 komentar

Langit Selalu Mempertemukan Rindu

Menatap langit yang luas tanpa halangan apapun selalu menyisipkan satu rindu. Langit biru  atau kelam tertutup awan hitam mempunyai kesan tersendiri. Meski berbeda kesan yang didapat, tetap tetap sama yang dirasa. Rindu.

Membayangkan pertemuan yang tercipta dengan mencoretkan sketsa wajah-wajah yang dirindu. Mencoretkannya di langit dengan bintang sebagai penanya. Berkilau memancarkan cahaya penghapus rindu.

*Untuk semua yang aku rindu
Senin, 14 Mei 2012 - 0 komentar

Anak-Anak Penghuni Surga

Malam ini membaca tweet dari Sahabat Al Aqsa di salah satu jejaring sosial (Twitter) membuat diri ini malu. Anak-anak yang sudah lima tahun terkepung oleh zionis Israel itu tetap semangat belajar dan menghafal Al Qur'an. Ya, merekalah anak-anal TK Bintang-Al Qur'an yang ada di Gaza.  Sebuah sekolah TK yang terdiri dari 130-an anak dari keluarga miskin. Sebuah sekolah yang hampir ditutup karena kekurangan dana. 

Dalam desingan peluru dan bombardir bom  mereka belajar. Bisa saja dalam satu menit sekolah itu hancur akan terjangan bom para iblis Israel. Tetapi, tak ada satupun yang menyurutkan langkah mereka untuk belajar, belajar Al Qur'an. 

Allahu Rabbi...bagaimana dengan diri ini? 

Malu hati ini. Makan, tidur, dan beraktivitas dengan nyaman tanpa harus takut terkena desingan peluru. Tetapi hafalan Qur'an masih belum jua bertambah. Rasanya jika diri ini yang bertemu langsung dengan anak-anak itu mungkin tak akan sanggup menatap wajah mereka. Malu. Malu yang begitu dalam. Malu akan semangat mereka.

Duhai engkau, anak-anak penghuni surga. Terima kasih telah membuka mata hati kami. Terima kasih atas semangat kalian yang membuat kami tidak bisa tidak untuk memperbaiki diri ini. Terima kasih telah membuat kami malu untuk tidak menghafal kitab-Nya. Terima kasih untuk gelora semangat kalian yang menembus ruang dan waktu. Terima kasih telah membuat kami iri akan keberanian kalian. Terima kasih. Hanya doa yang bisa kami berikan. Semoga Allah selalu melindungi kalian. Dan kalau boleh meminta, tolong doakan kelak agar kamipun bisa berdampingan dengan kalian di surga-Nya.


Ya Rabb...
Lindungi mereka. Lindungi mereka dari terjangan para zionis itu. Meski jika akhirnya mereka wafat akan menjadi mujahid dan mujahidah yang akan berada di jannah-Mu kelak. Tetapi ya Rabbana...jika boleh kami memohon, lindungi mereka para hafidz (penjaga) Qur'an itu. Mereka yang mempertahankan agama dan tanah  kelahiran mereka. Mereka yang tak pernah gentar mengorbankan jiwanya untuk membela agama-Mu.
Minggu, 13 Mei 2012 - 0 komentar

Perang Itu Baru Akan Dimulai

Kemarin mentari bersinar menyapa dengan cerahnya. Namun, cerahnya sinar mentari itu mendadak tertutup mendung dan kabut di wajah.  Mendung yang hadir karena satu berita yang menyakitkan. Berita yang seperti gelegar petir menyambar. Berita yang mengalahkan hebohnya jatuhnya Sukhoi. Sesaat, Sukhoi tidak lagi memenuhi sudut hati yang awalnya sudah teraduk-aduk melihat kepingan pesawat dan jenazah di Gunung Salak.

Dua kata yang tertera di selembar kertas hasil check serum darah di RSCM cukup membuat kejutan yang luar biasa. Kejutan yang akhirnya membuat bulir-bulir air mata mendesak-desak untuk keluar. Seberapa hebat sudah untuk menahannya agar tidak keluar, ternyata kelenjar air mata tidak lagi mampu membendungnya. Tumpah ruah. Tak jauh beda dengan keluarga korban Sukhoi yang kehilangan sanak keluarganya. Bedanya air mata yang keluar hanya karena kehilangan kendali untuk sesaat harus bagaimana.

Bagaimana tidak? Wanita mana yang tidak terkejut mendengar ada yang menjadi parasit di rahim. Rahim yang seharusnya hanya menjadi tempat hasil dari buah cinta dengan pasangan hidup. Parasit yang mau tidak mau harus segera disingkirkan. Parasit yang katanya bisa merenggut hidup seketika.

Ah, andai dapat mengulang waktu. Mengulang semua perjalanan hidup dengan lebih baik.

Tetapi inilah jalan hidup yang harus dijalani. Suka atau tidak suka ini sudah menjadi bagian takdir. Tangisan ini tidak akan menyelesaikan masalah. Hidup ini baru saja dimulai. Kehidupan lebih baik baru akan ditempuh. Bersama-Nya. Ya, bersama-Nya Yang Maha melindungi, Yang Maha Menyembuhkan. Tidak ada kesembuhan sesuai dengan izin-Nya.

Dan, peperangan ini baru akan dimulai. Perang untuk mengusirnya. Mengusir dia. Semangat!

Bismillaah....



Rabu, 09 Mei 2012 - 0 komentar

Bagaimana Cara Membuat Es Krim

Mendadak ingin cerita yang seger-seger dan menggiurkan siang ini. Es krim. Makanan yang hampir banyak orang menyukainya. Lembut, manis, dingin, ada taburan coklat, atau buah diatasnya, pokoknya waw ah rasanya. 

Puluhan atau bahkan mungkin ribuan sudah makan es krim. Tapi, tak pernah terlintas untuk membuat sendiri. begitu banyak dan mudahnya kita mendapatkannya jika menginginkannya. Sudah banyak yang menjualnya bahkan yang lewat di depan rumah pun ada. 

Untuk anda yang penasaran bagaimana cara membuat es krim sendiri, hal pertama yang harus anda lakukan adalah mengetahui resepnya terlebih dahulu. Kemudian baru cara membuatnya dan alat apa sajakah yang harus anda siapkan.

Mau tahu resep dan bagaimana cara buat es krim? Wah sayangnya saya juga belum tahu tuh, hehehe. googling sajalah. pasti banyaaaak deh resep-resepnya bertaburan. Selamat browsing dan selamat makan es krim :)


#catatan iseng
- 0 komentar

Cinta Ditolak Dukun Bertindak

Pastinya sudah tidak asing lagi membaca kalimat dari judul di atas. Selama ini bagi saya, kalimat tersebut hanya menjadi bahan guyonan bersama teman-teman. Saya pikir hal tersebut tidak benar-benar ada. Tetapi, tidak untuk sekarang ini. Ternyata benar-benar ada yang (masih) menggunakan cara tersebut. Well, meski ini sudah tahun 2012, zamannya internet, masih saja ada orang dengan piciknya menggunakan hal musyrik tersebut.

Kejadian ini dialami oleh tetangga saya. Sebut saja namanya Imah. Ia anak seorang penjaga sekolah dan pedagang di kantin sekolah dekat rumah saya. Gadis SMU yang cantik rupawan. Kulitnya putih bersih dan wajahnya ayu, khas wajah – wajah gadis jawa pada umumnya. Suatu malam ia menjerit-jerit yang membuat beberapa tetangga berkumpul melihatnya. Termasuk ibu dan kakak saya, juga melihatnya. Selidik punya selidik ia mengalami kerasukan jin. Beberapa hari terus begitu. Beberapa orang pintar sudah didatangkan. Hasilnya nol.

Semakin parah, akhirnya dibawa pulang ke kampungnya di daerah Jawa. Di sana ia berobat yang katanya di ruqyah. Entahlah ruqyah yang dilakukan syar’i atau tidak. Zaman sekarang makin banyak saja dukun yang  juga dipanggil ustad dan pengobatannya masih menggunakan sihir pula.  

Beberapa bulan ia di Jawa dan tentunya ia (terpaksa) keluar dari sekolah. Ternyata ada perubahan yang positif setelah dari sana. Ia tidak lagi suka menjeri-jerit. Namun, tatapan matanya masih kosong dan hanya bisa diam saja alias bengong. Dari orang pintar  yang mengobati, diketahui bahwa ia diguna-guna oleh seorang laki-laki yang menurut cerita pernah sakit hati karenanya. Maka, sang ibu mendatangi laki-laki tersebut dan memohon maaf agar guna-guna tersebut dilepaskan.

Apa daya, si lelaki tidak bisa berbuat banyak. Ia memang mengakui bahwa ia sempat pergi ke dukun dan meminta dukun itu untuk mengirim ‘guna-guna’ kepada Imah. Dan ia mengakui bahwa ia sangat mencintai Imah. Sakit hati karena kata-kata kasar Imah ketika menolak cintanya, membuat dirinya melakukan hal bodoh itu. Dan ia tidak bisa menarik kembali guna-guna yang sudah dikirimkan ke Imah. Dukunnya tidak punya penangkalnya.

Jujur, mendengar cerita ini saya hanya tertawa. Mungkin si dukun waktu pelajaran membuat penangkalnya tidak masuk. Dunia oh dunia. Saat itu saya sempat memberikan masukan agar dibawa saja untuk ruqyah syar’iah dengan ustad yang memang ustad. Paham akan agama dan insyaAllah tidak bercampur pengobatannya dengan ilmu syetan. Namun, mereka belum menerima saran saya. Sempat pula saya memberikan nomor telepon ustad yang bisa mengobati dengan metode ruqyah yang syar’i itu.

Orang pintar yang mengobatinya menyarankan agar mereka berdua dinikahkan.   Tanpa diduga, keluarga Imah menyetujui saran  ini. Pernikahan sederhana pun di gelar. Saya sempat melihat Imah memakai baju kebaya putih dan rambut disanggul. Cantik. Namun saya ngeri melihatnya. Pandangan matanya tetap kosong. Akad nikah dilakukan di masjid dekat rumah pada hari ahad. 

Kemudian keesokan harinya digelar acara syukuran di rumahnya. Dan lagi, Imah didandani seperti waktu akad nikahnya. Semua tamu yang datang tak satupun yang Imah berikan senyuman. Tatapan matanya kosong dan sesekali melotot membuat sebagian tamu ketakutan. Bahkan sewaktu tamu-tamu akan memberikan ucapan selamat, ibunyalah yang menggamit tangannya untuk menyambut salam para tamu. Akhirnya bukan ucapan selamatlah yang keluar dari bibir para tamu, melainkan ucapan semoga cepat pulih kembali.

Yang membahagiakan adalah si lelaki yang sekarang menjadi suaminya begitu baik dan tampak sangat menyayangi Imah. Sekarang ini, Imah sudah bisa tersenyum dan diajak bicara walau tidak banyak.  Kemarin saya menegurnya, dan  Imah memberikan senyuman manisnya.  

Semoga Imah cepat pulih. Itu semua harapan keluarga dan kami yang melihatnya.

Ah, andai saja tidak ada campur tangan syetan dalam menggapai cinta Imah. Mungkin akan jadi lain ceritanya.

Allahu Musta’an.


Selasa, 08 Mei 2012 - 1 komentar

Mahar Wanita Indonesia Terlalu Murah (Bodoh atau terlalu Sholihah?)


Saya Teringat isi ceramah seorang ustad di salah satu masjid di Jakarta Timur. Ustad tersebut membahas tentang hak dan kewajiban suami istri dalam biduk rumah tangga. Namun, ada satu hal yang membuat saya tertarik dan jadi serius mendengarkan pada saat beliau berkata soal mahar. Bukan Mahar salah satu tokoh bocah di film Laskar Pelangi lho? Ini mahar yang menjadi syarat nikah yang biasa juga kita sebut ‘mas kawin’. Ustad itu mengatakan bahwa mahar wanita Indonesia paling murah di bandingkan negara lain. Bodoh apa sholihah ya wanitanya?Mengapa begitu?

Perkataan ustad ini otomatis membuat semua jamaah terperangah. Bukannya itu lebih baik? Mahar yang kecil nominalnya atau murah berarti tidak membebankan para lelaki yang ingin menikahi.

Beliau membandingkan mahar di Indonesia dengan di Mesir. Di negara Mesir sudah menjadi tradisi bahwa mahar untuk seorang wanita itu sangat besar nominalnya. Mereka tidak hanya meminta perhiasan tetapi juga rumah lengkap dengan isi perabotannya dan juga kendaraan.Maka, tidaklah heran banyak yang menjadi ‘bujang lapuk’ karena belum sanggup membayar mahar. Kebanyakan para pria menikah setelah menghabiskan waktu  belasan bahkan ada yang dua puluh tahun bekerja untuk mengumpulkan mahar.

Jadi, jika di hitung dari lulus sarjana, sekitar usia 21-an maka laki-laki di sana baru bisa menikah setelah usia 35-40 tahun. Di usia itu laki-laki sudah mapan dengan kedudukan karirnya. Rumah, kendaraan dan deposito sudah lumayan banyak. Cukup untuk ‘menebus’ wanita untuk diperistri.

Maka dari itu, di Mesir hampir tidak ada yang namanya ta’adud atau poligami. Karena untuk menikah satu kali saja ia harus bekerja keras dan butuh waktu lama untuk mengumpulkan mahar. Mungkin itu satu keuntungan dari para wanita di sana. Tidak resah untuk di poligami. Walau sebenarnya poligami di Al Quran dibolehkan, namun tetap dengan "syarat dan ketentuan berlaku". Coba bayangkan, jika ada yang ingin menikah lagi, ia butuh waktu berapa lama lagi untuk mengumpulkan uang sementara usia terus merangkak. Siapa yang mau sama kakek-kakek?

Coba bandingkan di negara kita. Sering kita dengar mahar hanya  berupa seperangkat alat sholat dan sebuah Al Qur’an. Waw, murah sekali ya?  Al Qur’an dan seperangkat alat sholat mungkin sekitar seratus ribu saja sudah cukup. Makanya banyak yang gampang sekali kawin lagi, kawin lagi, dan kawin lagi. Dan poligami dimana-mana. Murah sih.Hehehe!


Saya jadi teringat tentang kawin kontrak yang sering terjadi daerah puncak sana. Dan pelakunya adalah para pria Arab dengan gadis-gadis pribumi. Mereka tidak ingin terlibat zina (menurut mereka) sehingga mudah sekali kawin lagi dengan mahar yang murah. Kalau di negaranya mungkin akan susah karena mahar yang mahal. Hehehe! Mungkin lho…

Sebenarnya mahar itu apa sih? Kalau setahu saya sih mahar adalah harta yang diberikan pihak calon suami kepada calon istrinya untuk  dimiliki sebagai penghalal hubungan. Mahar menjadi hak penuh sang istri, sehingga bentuk dan nilai mahar pun ditentukan oleh kehendak calon istri. Bisa berbentuk uang, barang atau jasa.

Mahar juga pada hakikatnya dinilai dengan uang. Mahar merupakan harta. Itulah sebabnya dahulu di zaman Rasulullah, seseorang boleh menikahi  budak bila tidak mampu memberi mahar yang diminta oleh wanita merdeka. Ada juga yang hanya setoran hafalan Qur’an nya saja dan cincin dari besi saja untuk mahar. Tetapi karena si pria memang tidak punya apa-apa untuk dijadikan mahar. Alias si pria bokek bangettt.

Mahar itu merupakan nafkah awal yang diberikan suami kepada istri. Jadi, ya wajar saja jika wanita meminta mahar dengan nominal yang besar bisa dalam bentuk emas, rumah atau kendaraan sekalipun. Yang tidak wajar menurut saya adalah jika si suami mempunyai kemampuan untuk memberikan mahar dengan nominal yang lebih tinggi namun hanya memberikan mahar berupa  seperangkat alat sholat dan sebuah Al Quran yang harganya murah. Dan wanitanya nggih saja. Manut wae.

Ada sebuah hadits yang mengatakan bahwa mahar yang murah itu lebih baik.

Dari Aisyah ra bahwa Rasulullah SAW bersabda,” Nikah yang paling besar
barakahnya itu adalah yang murah maharnya” (HR Ahmad 6/145)
 

Namun hadits ini perlu dipahami dalam konteks wanita di masa itu yang sama sekali tidak mau ‘bergeming’ dari tarif mahar yang diajukannya.  Sedangkan untuk konteks kita di Indonesia, di mana kebiasaan kita memberi mahar berupa mushaf Al-Quran dan seperangkat alat shalat yang sangat murah, tentu perlu dipahami lagi secara lebih luas.

Namun kembali lagi ke para wanitanya saja. Kebanyakan para muslimah di sini sepertinya kurang memahami dengan cermat apa dan untuk apa mahar itu sebenarnya. Tidak tahu alias bodoh atau memang tak ingin tahu? Yang penting nikah sukses, senang dan tamu undangan datang semua. Dan yang lebih ajaib lagi mahar hanya dijadikan simbol saja. Seperangkat alat sholat yang berupa mukena, sajadah dan AlQur’an itu hanya menjadi simbol pernikahan. Simbol tanpa arti apapun. Yang penting pas sesi foto-foto keren deh seserahan maharnya. Halaah!Terkadang hanya menjadi pajangan di lemari.Haduuuh! (Ustad berkata seperti ini sambil tepok  jidat)

Ya, kalau saya sih berhusnudzon saja bahwa para muslimah yang dengan ikhlas menerima mahar dengan nilai nominal yang rendah itu karena kesholihan mereka yang tidak ingin memberatkan sang calon suami. Bukan karena tak paham nilai yang terkandung dalam sebuah mahar. Jadi kalau ada anggapan bahwa  muslimah di Indonesia ini bodoh tidak benar (mungkin), melainkan muslimah di Indonesia sholihah semuanya. Rela dengan ikhlas menerima mahar dengan nominal rendah walaupun sang calon suami mampu memberikan lebih. Hehehe! 

# Jadi berpikir, besok kalau saya nikah minta mahar berapa ya? :P







- 0 komentar

Maksiat, Daya Ingat dan Hafalan Qur'an

Segala puji bagi Allah, Rabb semesta alam. Shalawat dan salam kepada Nabi kita Muhammad, keluarga dan sahabatnya.

Dalam sehari mungkin kita lupa menghitung berapa banyak melakukan maksiat. Maksiat yang sadar atau tanpa sadar dilakukan terus saja berulang. Anehnya, hati tak jua kunjung sadar. Hari demi hari hingga detik yang berlalu seakan tak pernah absen terkontaminasi dengan maksiat. Mungkin pemahaman akan definisi dari 'maksiat' yang seiring waktu berubah.

Sebagian besar orang menafsirkan maksiat adalah perbuatan dosa besar - zina, membunuh, mabuk- padahal maksiat bukan itu saja, menggunjing saudara sendiri (ghibah) juga termasuk maksiat. Apalagi di era serba digital seperti ini, kemungkinan untuk melihat gambar porno semakin mudah. Itu juga termasuk maksiat. Dunia maya yang saat ini menjadi konsumsi sehari-hari juga menjadi pintu untuk melakukan maksiat. Jejaring sosial yang semakin mewabah menjadi ajang ghibah.  Dan siapa yang berghibah itu seperti memakan bangkai saudaranya sendiri. Naudzubillah...

Maksiat merupakan perbuatan yang melanggar perintah Allah, dan yang jelas disebut sebagai perbuatan dosa. Siapapun yang melakukan maksiat akan mendapat ganjarannya. Allah telah menetapkan bahwa setiap perbuatan yang manusia lakukan, baik sebesar zarrahpun akan ada balasannya, baik atau buruk.

Lalu apa korelasi antara maksiat dan daya ingat?

Secara etimologi daya ingat berasal dari kata daya yaitu kemampuan melakukan sesuatu, dan ingat yaitu berada dalam pikiran, tidak lupa, timbul kembali di pikiran.  Dan menurut seorang pakar yang bernama Dr. Suroso, memori atau ingatan adalah perasaan untuk mengungkapkan kembali sesuatu yang kita alami atau sesuatu yang pernah kita tangkap dengan panca indera.

Daya ingat menjadi menurun karena maksiat. Salah satu akibat dari maksiat adalah dapat menggelapkan hati manusia. Cahaya hati akan padam jika kita terus saja melakukan maksiat. Seperti yang tercantum dalam Firman Allah :

كَلَّا بَلْ رَانَ عَلَى قُلُوبِهِمْ مَا كَانُوا يَكْسِبُونَ


Sekali-kali tidak (demikian), sebenarnya apa yang selalu mereka usahakan itu menutupi hati mereka.” (QS. Al Muthoffifin: 14)

Dengan gelapnya hati, membuat kita tidak bisa berpikir jernih, kehilangan konsentrasi dan fokus. Daya ingat yang menurun karena susahnya konsentrasi membuat terhalangnya dari ilmu yang Haq. Maksiat membuat sulitnya menerima ilmu-ilmu Allah.  Menghafal Qur'an menjadi hal tersulit dilakukan. Padahal setiap orang dikaruniakan otak yang luar biasa.

Tatkala Al-Imam Asy-Syafi’i rahimahullahu belajar kepada Al-Imam Malik rahimahullahu, Al-Imam Malik terkagum-kagum dengan kecerdasan dan kesempurnaan pemahaman Asy-Syafi’i. Al-Imam Malik pun berpesan pada murid ini “Aku memandang Allah Subhanahu wa Ta’ala telah memasukkan cahaya ilmu di hatimu, maka janganlah engkau padamkan cahaya tersebut dengan kegelapan maksiat.”

Jika ingin mudah konsentrasi dan fokus untuk melakukan sesuatu, apalagi untuk menghafal Al Qur'an maka hindarilah maksiat.

Pages

Entri Populer

Salam cinta

Salam cinta