Setiap catatan yang beliau tuliskan tentang buah hatinya selalu
membuatku menangis. Entahlah, rasanya ada kekuatan disetiap untaian
katanya yang kubaca. Kekuatan yang justru membuat otot mataku melemah
dan akhirnya mengalirlah buliran bening di mata.
Bunda,
demikian aku memanggilnya. Seorang teman di Facebook yang aku hormati
dan aku kagumi. Padahal sekalipun belum pernah berjumpa. Bagiku beliau
tidak hanya seorang teman, kakak atau ibu yang baik, tetapi juga seorang
Murabbi bagi semua orang yang mengenalnya, termasuk aku.
Bunda
yang dua tahun lalu kehilangan putri tercintanya secara tiba-tiba. Ya,
semua catatan tentang putrinya inilah yang selalu membuat air mataku
tidak pernah izin dulu untuk keluar. Spontan saja. Selalu begitu.
Setelah membaca biasanya aku akan membayangkan bagaimana rasanya jika
diposisi beliau. Aku yang orang lain saja bisa bercucuran air mata
disaat membaca semua catatan tentang Fahrin, putrinya. Apalagi sampai
menuliskannya. Aku yakin beliau juga terus mengusap air mata yang jatuh
disetiap kata yang terlontar ketika mengenang putrinya.
Dan
seperti pagi ini, beliau berhasil membuatku menangis lagi. Maka ingin
aku sampaikan perasaanku pada beliau di sini. Ya, cukup di sini, karena
kami belum pernah berjumpa. Semoga beliau tidak lantas membenciku.
Bunda,
Aku
si cengeng ini tiba-tiba benci denganmu Bunda. Aku si perasa ini
tiba-tiba benci denganmu Bunda. Aku benci ketika harus membaca semua
tulisanmu yang membuatku menangis. Aku benci ketika tiba-tiba
membayangkan aku ada di depanmu dan melihat engkau sedang memandangi
foto Fahrin. Air mata ini Bunda, air mata ini terus melesak keluar. Aku
benci menangis, saat ini.
Tiba-tiba terbersit akan me-remove mu
jadi teman. Bukan karena aku tidak suka dengan sosokmu Bunda. Tetapi
justru karena sayangku semakin berlipat. Aku hanya ingin jujur, bahwa
engkau selalu membuat aku menangis. Dan aku benci itu. Aku benci menangis, Bunda. Saat ini, aku benci menangis.
Aku ingin me-removemu jadi teman, supaya tak kubaca lagi kesedihanmu.
Aku ingin me-removemu jadi teman, supaya tak lagi kubayangkan duka di raut wajahmu ketika ia meninggalkanmu.
Aku ingin me-removemu
jadi teman, supaya tak lagi air mataku mengalir membaca setiap rindumu
padanya. Ah, sepertinya aku cemburu. Bukan, bukan itu Bund. Aku hanya
benci menangis saat ini. Saat ini!
Tapi itu semua tidak mungkin. Tidak akan. Tidak akan pernah aku menghapusmu menjadi teman. Baik dari list
pertemanan atau di hati ini. Ukhuwah ini yang mungkin belum sempurna, (
karena aku belum benar-benar bisa menyentuhmu) ternyata begitu melekat di
sini. Di hati ini.
Maaf untuk kalimat jujurku saat
ini.
Semoga rindu yang menyapamu semakin membuatmu menjadi wanita kuat. Semoga rindu yang kau rasakan mampu membuatmu tegar. Semoga setiap rindu yang kau tuliskan membuat kami yang membacanya menjadi orang hebat sepertimu. Maka, biarkanlah saja aku jika menangis membaca setiap rindumu. Karena di setiap rindu yang kau bagikan, meski ada air mataku yang jatuh, selalu ada pelajaran hidup yang aku petik.
Jadi, tolong biarkan sajalah 'benci tiba-tiba' ku. Benci yang sedetik hadir dan kemudian pergi karena air mata yang jatuh karena rasa sayangku padamu.
Ana Uhibbuki Fillah, Bunda.
Semoga rindu yang menyapamu semakin membuatmu menjadi wanita kuat. Semoga rindu yang kau rasakan mampu membuatmu tegar. Semoga setiap rindu yang kau tuliskan membuat kami yang membacanya menjadi orang hebat sepertimu. Maka, biarkanlah saja aku jika menangis membaca setiap rindumu. Karena di setiap rindu yang kau bagikan, meski ada air mataku yang jatuh, selalu ada pelajaran hidup yang aku petik.
Jadi, tolong biarkan sajalah 'benci tiba-tiba' ku. Benci yang sedetik hadir dan kemudian pergi karena air mata yang jatuh karena rasa sayangku padamu.
Ana Uhibbuki Fillah, Bunda.