Duhai engkau, kutulis berderet-deret
aksara ini untukmu, juga untukku. Semoga dapat mengilhami sebuah perubahan.
Ini tentangku. Tentang
malam-malamku. Tentang ceritaku di waktu lalu yang terangkai karenamu. Tentang
cerita yang tokohnya hanya ada aku dan kamu. Aku, kamu, dan dunia yang akan
kita genggam. Semua yang kita bicarakan hanya aku dan kamu. Kau tahu, saat itu
mataku hanya tertuju padamu.
Begitu banyak warna yang nampak di
sekeliling kita, tapi warna cintalah yang mendominasi saat itu. Namun, warna
itu hanya lewat sesaat di hatimu.
Saat itu. Dulu.
Katamu, cintalah yang dapat
mendorong orang untuk bertahan dalam selaksa kegetiran. Cinta juga yang dapat
memberi kekuatan untuk memaafkan, memberi, memaklumi, sayang, marah, bahkan
untuk meninggalkan sekalipun.
Itu terbukti.
Dan kini, karena cinta pulalah aku
harus memupus harapan untuk terus mewujudkan butiran-butiran cinta untuk
menjadi suatu hal yang nyata. Air mata terkuras bukan karena luka, tetapi
karena cinta. Bantal di ranjang basah bukan karena perih, tapi karena cinta.
Meski syetan tertawa mengejekku. Cinta itu yang membuat bibir ini basah
menyebut nama-Nya.
Aku tulis ini untukmu, dan juga
untukku.
Kau tahu, aku menulis dengan jariku
sambil bibirku membaca setiap kata. Bahkan telingaku pun turut bekerja
mendengar setiap yang terlontar. Lihat, karena cinta pula tak kubiarkan mereka
berhenti bergerak.
Karena cinta pula, takkan kurelakan
jasadku seperti daun pintu itu. Bergerak kesana kemari karena mereka.
Kini, izinkan aku berteriak, “Aku
telah lupa semuanya!”
Amnesia!
0 komentar:
Posting Komentar