|
Pantai Muara Putus |
Muara Putus. Itu nama kampungnya. Terletak di ujung Kabupaten Agam, Padang, Sumatera Barat. Kampung kakek nenek dan juga kedua orangtua saya. Kampung yang letaknya sangat jauh dari ibu kota. Butuh waktu 4 sampai 5 jam untuk sampai di kampung itu dari Bandara. Kampung itu dulunya menurut cerita merupakan kampung nelayan. Namun, seiring waktu warganya semakin tidak tertarik untuk mencari ikan. Dan lebih memilih mata pencaharian lain.
Kampung (yang aslinya) dulu sangat rimbun dengan pepohonan yang rindang, hutan yang lebat, sungai yang jernih dan tidak jauh dari pantai itu kini sudah tiada. Lebih tepatnya sudah bergeser dari tempatnya. Pasalnya kampung itu sudah habis dimakan gelombang laut yang mengikis daratan. Abrasi. Ya, abrasi telah melenyapkan sebagian kenangan kami. Termasuk semua rumah dan juga makam kakek dan nenek kami.
Kini sudah tak ada lagi rumah-rumah panggung berdinding dan beralas kayu. Tidak ada lagi makam para leluhur kami yang berada di bawah pepohonan yang rimbun. Saat berkunjung kesana masih saya lihat reruntuhan bangunan yang dulunya agak jauh dari pantai. Hanya ada satu bangunan yang memang awalnya lumayan jauh dari pantai. Abrasi belum sempat melahapnya karena letaknya yang memang jauh. Mungkin jika abrasi itu terus berlanjut maka ia juga akan ikut hancur seperti rumah-rumah yang lain. Bangunan itu adalah Masjid. Karena semua warga sudah mengungsi dengan merambah hutan yang lain untuk dijadikan penukiman, masjid itu menjadi tak terurus dan akhirnya lapuk dimakan waktu.
Kampung itu sudah bergeser letaknya dari aslinya dengan nama yang sama. Muara Putus. Dinamakan demikian karena adanya muara yang terputus. Dan untuk letak kampung yang asli, kini sepi. Pantai itu sepi. Pantai yang indah namun sepi peminatnya.
Abrasi itu menyisakan luka. Namun selalu ada hikmah dari setiap peristiwa. Bukankah Allah tidak pernah menjadikan sesuatu itu sia-sia? Saat ini, kampung itu menjadi kampung yang penuh dengan hiasan kelapa sawit. Perekonomian warganya sedikit demi sedikit mulai meningkat. Kampung nelayan itu kini menjadi kampung kelapa sawit.
Dan pantai dengan laut ganas itu tetap ada dengan keindahannya. Cocok sekali untuk melepas penat di sana. Pasirnya yang putih, ombaknya yang besar dan sepi dari hiruk pikuk dunia. Ditambah dengan pemandangan sisa-sisa bangunan yang runtuh menambah syahdu suasana. Walau semua orang mengatakan, gelombang lautnya begitu besar dan ganas, panorama pantai itu begitu indah, begitu eksotis. Cocok untuk bermenung diri jika hati sedang gerimis.
Hanya harap yang selalu ada ketika berkunjung ke sana. Abrasi, semoga tidak terjadi lagi.
|
Di tengah laut sana ada makam kakek dan nenek kami |
|
Pelangi sore hari |
|
Si Abang, Si Uni dan Si Adek mencari kerang |
|
Deburan Ombak di laut Muara Putus |
|
Sisa-sisa reruntuhan rumah |
|
Pantai Muara Putus menjelang sore |
|
Sepupu, dengan latar Masjid yang masih berdiri |
|
Diriku di antara reruntuhan rumah |
|
|
|
2 komentar:
Sekarang di pantainya ada ditanam sesuatu nggak untuk mencegah abrasi yang lebih parah Bet?
Pernah hen,pemerintah menyumbang 1000 pohon bakau, tapi yaaa gitu deh, mungkin perawatan tanamannya tdk baik. Kesadaran masyarakatnya msh kurang utk jaga alam...
Posting Komentar